Penulis: Novita Anggraeni S
Genre: Non Fiksi; Psikologi
14cmx21cm; 146 halaman, paperback
Ada yang bilang kesepian itu luka. Ada pula yang menganggapnya hanya sekadar jeda. Namun di balik sunyi dan tanya yang kerap kau rasakan saat masih sendiri, ada rahasia yang menunggu dibuka—rahasia tentang bagaimana menjadi utuh sebelum berdua, juga tentang bagaimana tetap tegak meski terus ditanya “kapan nikah?”.
Buku ini lahir dari ruang sunyi itu—bukan untuk meratapinya, melainkan untuk menyingkap: bahwa masa single bisa menjadi ruang terindah untuk bertumbuh, mengasah harga diri, dan menyalakan cahaya syukur. Ia hadir bukan hanya untuk menjawab, tetapi juga menantangmu agar menjadi lebih berani menatap sepi, menafsir ulang cinta, dan belajar menunggu dengan bermartabat. Kesendirian tak lagi menjadi musuh yang menakutkan, melainkan guru yang sabar.
Di dalamnya, kamu akan menemukan:
- Bagaimana mengubah tekanan sosial menjadi energi yang memberdayakan.
- Mengapa bahagia bukan soal status, tapi soal cara merayakan hidup.
- Seni mencintai diri, merawat jiwa, dan membuka ruang bagi cinta yang lebih sehat.
- Menikah bukan menambal kekosongan, melainkan merayakan kepenuhan, bersama jiwa yang lain.
- Hikmah bahwa pertemuan—dan penantian—selalu menjadi bagian dari skenario Ilahi yang misterius.
Lewat buku ini, kamu diajak berhenti menunggu, berhenti membandingkan diri, dan mulai melangkah. Sebab kesepian tidak hilang hanya dengan ditatap; ia perlu dihadapi. Dan pernikahan bukan hadiah untuk mereka yang merasa kurang, melainkan perayaan bagi jiwa-jiwa yang sudah penuh.
Dengan refleksi hangat, pengalaman nyata, dan percikan spiritual, penulis mengajakmu melihat sepi dari sudut baru: bukan sebagai beban, melainkan pelajaran. Dari menjaga self-esteem, menata energi, hingga memahami pernikahan sebagai perayaan keberanian, setiap halaman menghadirkan cahaya kecil yang menuntun pulang ke dirimu sendiri.
Buku ini bukan hanya tentang mencari pasangan, tapi tentang keberanian menjadi utuh, bahkan ketika masih sendirian. Tentang seni menyalakan lentera batin ketika dunia terasa redup. Tentang cinta—dengan segala getir, luka, dan indahnya.
Dengan gaya yang renyah sekaligus kontemplatif, ia bisa kamu baca sebagai panduan praktis, bisa pula kau resapi sebagai semacam “kitab suci” tentang KESEPIAN, KESIAPAN PERNIKAHAN, dan SENI MENJALIN HUBUNGAN yang keren dan elegan karena tak menggurui. Ia hanya mengajakmu bercermin—kadang dengan lembut, kadang dengan menohok—semata agar lebih mampu untuk menatap hidup dengan mata yang lebih jernih serta hati yang lebih lapang.
Jika kamu pernah merasa ditinggalkan, dipertanyakan, atau terjebak dalam kesunyian yang datang dan terus berulang, buku ini akan menemanimu. Ia tidak menjanjikan jalan pintas, tapi menawarkan arah untuk menumbuhkan keberanian, menemukan makna, dan menyambut cinta dengan hati yang lebih siap.
Mungkin saat membacanya kamu akan tersenyum, mungkin juga menitikkan air mata. Namun pada akhirnya, kamu akan menutup halaman terakhir dengan perasaan yang berbeda:
Ternyata aku tidak sendiri. Ternyata aku sudah cukup, bahkan sebelum siapa pun datang menggenggam tanganku.
Karena kesepian, sejatinya, bukan untuk ditakuti. Ia adalah jalan pulang menuju dirimu sendiri—yang utuh, berani, dan tak lagi gentar oleh sunyi.




